MAKALAH
DASAR PERBANKAN
BADAN HUKUM, KERAHASIAAN, & SUMBER DANA BANK
X AKUNTANSI 6
|
||||
|
Kata Pengantar
Puji
dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T
yang telah memberikan kenikmatan serta kesehatan kepada kita semua dan sholawat
serta salam kita curahkan kepada nabi Muhammad S.A.W beserta keluarga dan para
tabi’in-tabi’nnya. Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya kami mampu membereskan
tugas yang menjadi tanggung jawab kami yaitu dapat menyelsaikan laporan Book
Rapotini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Saat ini, kita telah memasuki dan hidup
dalam era globalisasi, yang penuh dengan tantangan serta rintangan. Di zaman seperti
sekarang ini, orang yang tidak kuat pada keimanya akan sangat terpengaruh oleh budaya
luar yang sekarang ini semakin mencuat di masyarakat
Makalah
ini berisi tentang dasar perbankan khususnya badan hukum perbankan, kerahasiaan
perbankan, dan sumber-sumber dana bank. Makalah ini memang jauh dari kata
sempurna namun kami selaku pelajar berusaha semaksimal mungkin untuk menyempurnakan
makalah ini. Maka dari itu saran dari Bapak/Ibu guru sangat kami harafkan untuk
memperbaiki kesalahan dalam makalah ini.
Disusun tanggal, 19 Agustus 2014
Tertanda
…………………………..
Kelompok 4
Daftar
isi
·
Kata
pengantar
................................................................................................................................................... i
·
Daftar
isi
............................................................................................................................................................. ii
·
Pendahuluaan
.................................................................................................................................................... iii
·
Latar Belakang .................................................................................................................................................... iv
·
Rumusan Masalah ............................................................................................................................................... iv
·
Badan
Hukum
..................................................................................................................................................... 1
A.
Pengertian
Badan Hukum
.................................................................................................................... 1
B.
C.
D.
·
Kerahasiaan
Bank
...............................................................................................................................................
A. Pengertian
Kerahasiaan Bank
...............................................................................................................
B. Sifat
Rahasia
Bank.................................................................................................................................
C. Pengecualiaan
Rahasia Bank
................................................................................................................
D. Pelanggaran
Rahasia Bank....................................................................................................................
E. Kelemahan
Rahasia
Bank......................................................................................................................
·
Sumber-Sumber Dana Bank- ..............................................................................................................................
A.
Pengertian
B.
Jenis Sumber Dana Bank
·
Daftar Pustaka .............................................................................................................................................
Bab 1
1.1
PENDAHULUAN
1.2
LATAR BELAKANG
Pada
kurikulum 2013 kini, siswa dituntut untuk lebih aktif dan mencari materi ajar
sendiri, begitupun dengan kami sebagai pelajar. Pada mata pelajaran dasar
perbankan kelompok kami mencari materi ajar mengenai badan hukum, kerahasiaan
bank, dan sumber-sumber dana bank. Disini kami mencari dari berbagai sumber
termasuk dalam buku mengenai bank.
Semakin banyak referensi yang kami peroleh maka besar kemungkinan pengetahui
juga akan lebih luas, dan pemahamannya akan mendalam lagi.
Selain
mencari sumber dari buku kami juga mencari sumber dari internet, sebab pada
jaman digital ini hampir semua informasi dapat kita peroleh melalui internet,
selain lebih mudah, hemat, juga efesien dalam mencari materi. Dengan materi
yang kami cari semoga bisa bermamfaat bagi kami maupun bagi teman-teman kami
sebab kurikulum 2013 juga dituntut untuk lebih banyak mempresentasikan sehingga
bukan hanya kami yang akan mendapatkan informasi lebih banyak tapi juga
teman-teman kami yang mendengarkan kami pada saat persentasi nanti.
Dasar
perbankan adalah materi ajar pokok pada jurusan akuntasi sebab akuntasi tidak bisa
terlepas dengan yang namanya bank, maka dari itu sangat perlu untuk mengetahui
seluk beluk mengenai bank. Berbicara tentang bank pasti kebanyakan orang
berfikir bahwa kesehariaan nya bertem dengan uang. Tapi persepsi itu tidak
benar 100% sebab tak semua bidang dalam perbankan yang berurusan dengan uang.
Ada dalam pencataan, dalam pembukuan dan sebagainya.
Semoga
makalah ini bisa menjadi acuan kami untuk memenuhi tugas dari dasar perbankan,
kami mengharapkan ada saran dari Bapak/Ibu guru untuk menyempurnakan makalah
kami
1.3 RUMUSAN MASALAH
1.
Memenuhi tugas dasar perbankan!
2.
Memahami dasar-dasar perbankan
3.
Mengetahui badan hukum, kerahasiaan bank, dan sumber dana
bank
1.4 TUJUAN
1.
Sebagai bahan dasar referensi dalam pembelajaran dasar
perbankan.
2.
Sebagai pengetahuan tambahan di samping modul yang ada.
1.5 SIMTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini
menggunakan huruf “Arial” dengan skala font 11.
1
Badan
Hukum Bank
A.
Pengertian Badan Hukum
Badan hukum dalam bahasa Indonesia
diartikan sebagai organisasi atau perkumpulan yang didirikan dengan akta yang
otentik dan dalam hukum diperlakukan sebagai orang yang memiliki hak dan
kewajiban atau disebut juga dengan subyek hukum. Subyek hukum dalam ilmu hukum
ada dua yakni, orang danbadan hukum. Disebut sebagai subyek hukum oleh karena
orang danbadan hukummenyandang hak dan kewajiban hukum.
Sebagai subyek hukum, badan
hukumjuga memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana
subyek hukum orang atau individu. Namun, oleh karena bentuk badan hukumyang
merupakan himpunan dari orang-orang, maka dalam pelaksanaan perbuatan hukum
tersebut, suatu badan hukum diwakili oleh pengurusnya.
Sebagai konsekuensinya,
maka subyek hukum juga dapat dianggap bersalah melakukan perbuatan melawan
hukum. Dalam hukum perdata, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh badann
hukum menjadi tanggung jawab badann hukum tersebut yang dalam pelaksanaannya
juga diwakili oleh pengurusnya.
Badan hukum
publik dan badan hukum privat
Dalam pasal 1653 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan mengenai adanya 3 jenis badan hukum,
yaitu:
1.
Yang
diadakan oleh kekuasaan atau pemerintah atau negara;
2.
Yang
diakui oleh kekuasaan;
3.
Yang
diperkenankan dan yang didirikan dengan tujuan tertentu yang tidak bertentangan
dengan Undang-Undang atau kesusilaan biasa juga disebut dengan badan hukum
dengan konstruksi keperdataan.
Secara umum badan hukum
dapat dibedakan dalam dua jenis lagi, yaitu badan hukum publik dan badan
privat. Badann hukum publik adalah badann hukum yang didirikan berdasarkan
hukum publik atau orang banyak atau menyangkut kepentingan negara sedangkan
badann hukum privat adalah badan hukum yang didirikan atas dasar hukum perdata
atau hukum sipil yang menyangkut kepentingan orang atau individu-individu yang
termasuk dalam badann hukum tersebut.
Perbedaan antara kedua
badan hukum tersebut diatas dapat dilihat dari cara didirikannya. Badan hukum
perdata didirikan oleh individu-individu atau sekelompok masyarakat sedangkan
publik didirikan oleh kekuasaan atau negara. Meskipun demikian, ada juga yang
menyatakan bahwa perbedaan antara badann hukum perdata dan publik dapat dilihat
dari kekuasaan yang dimilikinya. Dengan kata lain, badann hukum publik memiliki
kewenangan yang lebih luas daripada perdata oleh karena dapat membuat keputusan
atau peraturan yang mengikat orang lain yang tidak tergabung dalam badann hukum
tersebut.
Secara umum pembedaan
antara badan hukum publik dan perdata di Indonesia dilakukan berdasarkan cara
terjadinya dan lapangan kegiatan (berkaitan dengan kepentingan umum atau
tidak). Hampir sama dengan pengertian yang diberikan diatas.
Soenawar Soekowati
memberikan pendapat yang menggabungkan keseluruhan cara pandang diatas. Dalam
pandangan Soenawar Soekowati, dasar untuk melakukan pembedaan diatas adalah
saling melengkapi satu sama lain. Hal ini disebabkan badan hukum yang didirikan
dengan konstruksi publik belum tentu juga merupakan badann hukum publik belum
tentu juga memiliki kewenangan publik dan demikian pula sebaliknya.
Dengan demikian, pembedaan tersebut
diatas sebaiknya menggunakan kriteria sebagai berikut:
Pertama: Dari cara
pendiriannya dapat dilihat bahwa apakah badann hukum tersebut didirikan dengan
konstruksi publik atau perdata.
Kedua: Dari lingkungan
kerjanya dapat dilihat apakah badann hukum tersebut memiliki kedudukan yang
sama dengan publik yang berarti termasuk badan hukum perdata atau tidak yang
berarti termasuk dalam kategori badann hukum publik.
Ketiga: Dari wewenang yang
dimilikinya dapat dilihat apakah badann hukum tersebut diberikan wewenang oleh penguasa untuk
membuat keputusan atau wewenang yang mengikat terhadap publik atau tidak.
Dengan demikian, ketiga indikator
untuk membedakan jenis badan hukum publik atau perdata dapat digunakan karena
saling mendukung dan melengkapi.
Bab 2
Kerahasiaan
Bank
A.
PENGERTIAN
Rahasia
bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya (Pasal 1 angka 28 UU No.10 Tahun 1998 tentang
Perbankan). Yang
dimaksud dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya meliputi segala keterangan tentang orang dan
badan yang memperoleh pemberian layanan dan jasa dalam lalu lintas uang, baik
dalam maupun luar negeri, meliputi :
1.
Jumlah
kredit;
2. Jumlah dan jenis rekening
nasabah (Simpanan Giro, Deposito, Tabanas, Sertifikat, dan surat berharga
lainnya);
3. Pemindahan (transfer) uang;
4. Pemberian garansi bank;
5. Pendiskontoan surat-surat
berharga; dan
6.
Pemberian
kredit.
Rahasia
bank diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Menurut ketentuan
pasal tersebut :
Ayat
(1)
“Bank
wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya,
kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal
43, Pasal 44, dan Pasal 44A.”
Ayat
(2)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi.
Berdasarkan
ketentuan diatas, jelas bahwa yang wajib dirahasiakan oleh pihak Bank/Pihak
terafiliasi hanya keterangan mengenai nasabah Penyimpan dan simpanannya.
Apabila Nasabah Bank adalah Nasabah Penyimpan yang sekaligus juga sebagai
Nasabah debitur, bank tetap wajib merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam
kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Artinya jika nasabah itu hanya
berkedudukan sebagai nasabah debitur maka keterangan tentang nasabah debitur
dan hutangnya tidak wajid dirahasiakan oleh bank/pihak terafiliasi. Dengan
demikian, lingkup rahasia bank hanya meliputi keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya, keterangan selain itu bukan rahasia bank.
Yang
dimaksud Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di Bank
dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian Bank dengan nasabah yang
bersangkutan (Pasal 1 angka (17) UU No.10 Tahun 1998).
Sedangkan yang dimaksud
dengan Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada Bank
berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito, Sertifikat
Deposito, Tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu (Pasal
1 angka (5) UU No.10 Tahun 1998).
B.
SIFAT RAHASIA BANK
Mengenai sifat Rahasia Bank, ada dua
teori yang dapat dikemukakan, yaitu:
1.
Teori Mutlak (Absolute
Theory)
Menurut teori ini, Rahasia
Bank bersifat mutlak. Semua keterangan mengenai nasabah dan keuangannya yang
tercatat di bank wajib dirahasiakan tanpa pengecualian dan pembatasan. Dengan
alasan apapun dan oleh siapapun kerahasiaan mengenai nasabah dan keuangannya
tidak boleh dibuka (diungkapkan). Apabila terjadi pelanggaran terhadap
kerahasiaan tersebut, Bank yang bersangkutan harus bertanggung jawab atas
segala akibat yang ditimbulkannya.
Keberatan terhadap teori
mutlak ini adalah terlalu individualis, artinya hanya mementingkan hak individu
(perseorangan). Disamping itu, teori ini juga bertentangan dengan kepentingan
umum, artinya kepentingan Negara atau masyarakat banyak dikesampingkan oleh
kepentingan individu yang merugikan Negara atau masyarakat banyak. Dengan kata
lain menurut teori ini,sifat mutlak rahasia bank sangat sukar untuk ditterobos
dengan alasan apapun dan oleh hukum dan undang-undang sekalipun. Teori mutlak
ini banyak dianut oleh bank-bank yang ada di Negara Swiss.
2.
Teori Relatif (Relative
Theory)
Menurut teori ini, Rahasia
Bank bersifat relative (terbatas). Semua keterangan mengenai nasabahdan
keuangannya yang tercatat di bank wajib dirahasiakan. Namun bila ada alasan
yang dapat dibenarkan oleh undang-undang, Rahasia Bank mengenai keuangan
nasabah yang bersangkutan boleh dibuka (diungkapkan) kepada pejabat yang
berwenang.
Keberatan terhadap teori
ini adalah rahasia bank masih dapat dijadikan perlindungan bagi pemilik dana
yang tidak halal, yang kebetulan tidak terjangkau oleh aparat penegak hukum
karena tidak terkena penyidikan. Dengan demikian dananya tetap aman.
Namun teori relative ini
sesuai dengan rasa keadilan (sense of justice), artinya kepentingan Negara atau
kepentingan masyarakat banyak tidak dikesampingkan begitu saja. Apabila ada
alasan yang sesuai dengan prosedur hukum maka rahasia keuangan nasabah boleh
dibuka (diungkapkan). Dengan demikian teori relative ini melindungi kepentingan
semua pihak, baik individu, masyarakat maupun Negara. Teori ini di anut oleh
bank-bank yang ada di Negara Amerika Serikat, Belanda, Malaysia, Singapura dan
Indonesia. Di Indonesia teori relative ini diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
C.
PENGECUALIAN RAHASIA BANK
Dalam Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan ditentukan bahwa :
“Bank wajib merahasiakan keterangan
mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal
44A”.
Kata “kecuali” diartikan
sebagai pembatasan terhadap berlakunya Rahasia Bank. Mengenai keterangan yang
disebut dalam pasal-pasal tadi Bank tidak boleh merahasiakannya (boleh
mengungkapkannya) dalam hal sebagai berikut :
1)
Untuk Kepentingan
Perpajakan
Dalam Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan ditentukan :
“Untuk
kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri
Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank agar memberikan
keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai
keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak”.
Untuk
pembukaan (pengungkapan Rahasia Bank, Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan menetapkan unsur-unsur yang wajib dipenuhi sebagai
berikut :
a.
Pembukaan
Rahasia Bank itu untuk kepentingan perpajakan.
b. Pembukaan Rahasia Bank itu
atas permintaan tertulis Menteri keuangan.
c. Pembukaan Rahasia Bank itu
atas perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia.
d. Pembukaan Rahasia Bank ittu
dilakukan oleh Bank dengan memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti
tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan yang
namanya disebutkan dalam permintaan Menteri Keuangan.
e.
Keterangan
dengan bukti-bukti tertulis mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan
tersebut diberikan kepada pejabat pajak yang namanya disebutkan dalam perintah
tertulis Pimpinaan Bank Indonesia.
2)
Untuk Kepentingan
Penyelesaian Piutang Bank
Penyelesaian piutang Bank
diatur dalam Dalam Pasal 41A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
a)
Untuk
penyelesaian piutang Bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang
Negara dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia
memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang
Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari Bank
mengenai simpanan Nasabah Debitur.
b)
Izin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan
tertulis dari Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara/Panitia Urusan
Piutang Negara.
c)
Permintaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan Badan
Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama
Nasabah Debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan.
3)
Untuk kepentingan Peradilan
Pidana
Kepentingan peradilan Dalam
Pasal 41A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam Pasal
tersebut ditentukan sebagai berikut:
I.
Untuk
kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan bank Indonesia dapat
memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan
dari Bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada Bank.
II.
Izin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan
tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua
Mahkamah agung.
III.
Permintaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi,
jaksan atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya
keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang
diperlukan.
4)
Untuk kepentingan peradilan
Perdata
Menurut ketentuan Pasal 43
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 :
“Dalam
perkara perdata antara Bank dengan nasabahnya, direksi Bank bersangkutan dapat
menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang
bersangkutan dan memnerikan keterangan lainnya yang relevan dengan perkara
tersebut”.
Dalam
penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa informasi mengenai keadaan keuangan nasabah
yang bersangkutan dapat diberikan oleh Bank kepada pengadilan tanpa izin
Menteri. Karena pasal ini tidak diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998,
maka penjelasannya perlu disesuiakan, yang memberi izin adalah Pimpinan Bank
Indonesia.
5)
Untuk keperluan
Tukar-Menukar Informasi antar Bank
Tukar-menukar informasi antar Bank
diatur Dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam
Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
Ayat (1)
“Dalam
rangka tukar-menukar informasi antar Bank, direksi Bank dapat memberitahkan
keadaan keuangan nasabahnya kepada Bank lain”.
Dalam
Penjelasannya dinyatakan :
“Tukar-menukar
informasi antarbank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan
usaha Bank antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan
dan status dari bank yang lain. Dengan demikian, Bank dapat menilai tingkat
risiko yang dihadapi sebelum melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau
dengan Bank lain”.
Ketentuan mengenai
tukar-menukar informasi antarbank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut oleh Bank Indonesia ayat (2). Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa
dalam ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara
lain diatur mengenai tata cara penyampaian dan permintaan infprmasi serta
bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indicator
secara garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan dan masuk tidaknya
debitur yang bersangkutan dalam daftar kredit macet.
6)
Pemberian keterangan atas persetujuan
nasabah,
Pemberian keterangan atas
persetujuan nasabah penyimpan diatur dalam Pasal 44A Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
a)
Atas
permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara
tertulis, Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah Penyimpan
pada Bank yang bersangkutan kepada pihak yang tunjuk oleh Nasabah Penyimpan
tersebut.
b)
Dalam
hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari nasabah
penyimpan yag bersangkutan yang berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan
nasabah penyimpan tersebut.
Berdasarkan ketentuan Pasal
44A ayat (1), Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah
penyimpan kepada pihak yang ditunjuknya, asal ada permintaan, atau persetujuan
atau kuasa tertulis dari nasabah penyimpan yang bersangkutan, misalnya kepada
penasehat hukum yang menangani perkara nasabah penyimpan. Sedangkan dalam ayat
(2) ahli waris yang sah berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah
penyimpan bila nasabah penyimpan yang bersangkutan telah meninggal dunia. Untuk
memperoleh keterangan, ahli waris harus membuktikan sebagai ahli waris yang
sah.
D.
PELANGGARAN RAHASIA BANK
Pelanggaran Rahasia Bank
adalah perbuatan memberikan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan
simpanannya, secara melawan hukum (bertentangan dengan Undang-Undang Perbankan)
atau tanpa persetujuan Nasabah Penyimpan yang bersangkutan. Pelanggaran Rahasia
Bank dapat dilakukan karena paksaan pihak ketiga atau karena kesengajaan
anggota Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai Bank, atau Pihak terafiliasi lainnya.
1.Paksaan
Pihak Ketiga
Paksaan
Pihak ketiga diatur dalam Pasal 44A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
“Barang
siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja
memaksa Bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2
(dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta dendan sekurang-kurangnya Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp
200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah)’.
Ancaman hukuman tersebut
mulai dari yang paling rendah sampai kepada yang paling tinggi. Dengan
demikian, apabila terbukti bahwa pihak ketiga itu secara melawan hukum telah
melakukan pemaksaan agar nasabah penyimpan dan simpanannya, dia tidak akan
luput dari hukuman, setidak-tidaknya hukuman pidana dan denda minimum, yang
lama dan jumlahnya sudah ditetapkan oleh undang-undang.
2.Kesengajaan
Pihak Bank atau Pihak Terafiliasi
Kesengajaan
pihak Bank dilakukan oleh Anggota Dewan Komisaris, direksi, Pegawai Bank, atau
Pihak Terafiliasi diatur dalam Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998. Dalam Pasal tersebut ditentukan bahwa :
“Anggota
Dewan Komisaris, direksi, Pegawai Bank, atau Pihak Terafiliasi lainnya yang
dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40,
diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama
4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan
paling banyak Rp 8.000.000.000,00
(delapan miliar rupiah)”.
Dalam penjelasan pasal
diatas dinyatakan bahwa yangh dimkasud dengan Pegawai Bank adalah semua pejabat
dan karyawan Bank. Pihak Terafiliasi sebagaimana disebutkan dalam pasal diatas,
diatas, menurut Pasal 1 angka (22) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 adalah:
a.
Anggota
Dewan Komisaris, pengawas pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan Bank;
b.
Anggota
pengurus, pengawas pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan Bank. Khusus
bagi Bank berbentuk hukum Koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
c.
Pihak
yang memberikan jasanya kepada Bank, antara lain akunta public, penilai,
konsultan hukum, dan konsultan lainnya;
d.
Pihak
yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan Bank,
antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga
pengawas, keluarga direksi, dan keluarga pengurus.
E.
KELEMAHAN RAHASIA BANK
Simpanan Nasabah Penyimpan
adalah sumber dana bagi Bank. Oleh karena itu, wajar jika undang-undang mengatur
agar Bank melindungi nasabahnya, tetapi disis lain tentu ada juga Nasabah
Penyimpan yang berstatus debitur beritikad jahat (bad faith), dengan berlindung
di balik Rahasia Bank melakukan perbuatan tercela terhadap mitra bisnisnya,
misalnya membayar dengan cek atau bilyet giro kosong. Mitra bisnis yang
menerima cek atau bilyet giro kosong tersebut sudah tentu tidak mungkin
mengetahui saldo simpanan Nasabah Penyimpan yang berstatus debitur itu karena
dilindungi oleh Rahasia Bank. Hal semacam ini tentu akan mempengaruhi citra
kepercayaan masyarakat terhadap Bank. Oleh karena itu menghadapi Nasabah
Penyimpan yang beritikad jahad, Bank tidak perlu ragu melakukan tindakan black
list dan kepada Bank Indonesia selaku pengawas dan Pembina perbankan. Penegakan
hukum yang tegas justru meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Bank.
(Abdulkadir Muhammad, “Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan”, Penerbit:
PT. citra adtya bakti, Bandung, 2004, halaman 75-85).
Bab 3
Sumber
- Sumber Dana Bank
A. Pengertian
Pengertian
sumber dana bank adalah
usaha bank dalam menghimpun dana dari masyarakat perolehan ini tergantung pada
bank itu sendiri, apakah dari simpanan masyarakat atau dari lembaga lainnya.
Pemilihan sumber dana akan menentukan besar kecilnya biaya yang ditanggung.oleh
karena itu pemilihan
sumber dana harus dilakukan secara tepat.
Secara garis besar sumber dana bank
dapat di peroleh dari:
a)
Dari
bank itu sendiri
b)
Dari
masyarakat luas
c)
Dan
dari lembaga lainnya
1. Jenis
Sumber Dana
a.
Dana yang bersumber dari
bank itu sendiri
Perolehan
dana dari sumber bank itu sendiri (modal sendiri) maksudnya adalah dana yang
diperoleh dari dana bank salah satu jenis dana yang bersumber dari bank itu
sendiri adalah modal setor dari para pemegang saham. Dana sendiri adalah dana
yang berasal dari para pemegang saham bank atau pemilik saham.
Adapun pencarian dana yang bersumber
dari bank itu sendiri terdiri dari:
1.
Setoran
modal dari pemegang saham yaitu merupakan modal dari para pemegang saham lama
atau pemgang saham yang baru. Dana yang disetor secara efektif oleh para
pemegang saham pada waktu bank berdiri. Pada umumnya modal setoran pertama dari
pemilik bank sebagian digunakan untuk sarana perkantoran, pengadaan peralatan
kantor dan promosi untuk menarik minat masyarakat.
2.
Cadangan
laba, yaitu merupakan laba yang setiap tahun di cadangkan oleh bank dan
sementara waktu belum digunakan. Cadangan laba yaitu sebagian dari laba bank
yang disisihkan dalam bentuk cadangan modal dan cadangan lainnya yang akan
dipergunakan untuk menutupi timbulnya resiko di kemudian hari. Cadangan ini
dapat diperbesar apabila bagian untuk cadangan tersebut ditingkatkan atau bank
mampu meningkatkan labanya.
3.
Laba
bank yang belum di bagi, merupakan laba tahun berjalan tapi belum dibagikan
kepada para pemegang saham.
Semakin besar modal yang
dimiliki oleh suatu bank, berarti kepercayaan masyarakat bertambah baik dan
bank tersebut akan diakui oleh bank-bank lain baik di dalam maupun di luar
negeri sebagai bank yang posisinya kuat.
b.
Dana yang bersumber dari
masyarakat luas
Sumber dana ini merupakan
sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran
keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Adapun
Dana masyarakat adalah dana-dana yang berasal dari masyarakat, baik perorangan
maupun badan usaha, yang diperoleh dari bank dengan menggunakan berbagai
instrumen produk simpanan yang dimiliki oleh bank.
Untuk memperoleh dana dari
masyarakat luas bank dapat menggunakan tiga macam jenis simpanan (rekening).
Masing-masing jenis simpanan memiliki keunggulan tersendiri, sehingga bank
harus pandai dalam menyiasati pemilihan sumber dana.Sumber dana yang dimaksud
adalah:
1.
Simpanan
giroadalah suatu istilah perbankan untuk suatu cara pembayaran yang hampir
merupakan kebalikan dari sistem cek. Suatu cek diberikan kepada pihak penerima
pembayaran (payee) yang menyimpannya di bank mereka, sedangkan giro diberikan
oleh pihak pembayar (payer) ke banknya, yang selanjutnya akan mentransfer dana
kepada bank pihak penerima, langsung ke akun mereka.
2.
Simpanan
tabunganadalah sebagian pendapatan masyarakat yang tidak dibelanjakan disimpan
sebagai cadangan guna berjaga-jaga dalam jangka pendek.
Faktor-faktor tingkat Tabungan, antara
lain:
·
Tinggi
rendahnya pendapatan masyarakat
·
Tinggi
rendahnya suku bunga bank
·
adanya
tingkat kepercayaan terhadap bank
3.
Simpanan
depositoadalah sejenis jasa tabungan yang biasa ditawarkan oleh bank kepada masyarakat. Deposito biasanya
memiliki jangka waktu tertentu di mana uang di dalamnya tidak boleh ditarik
nasabah. Bunga deposito biasanya lebih tinggi daripada bunga tabungan biasa.
c.
Dana yang bersumber dari
lembaga lain
Dalam praktiknya sumber
dana ini merupakan tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian
sumber dana sendiri dan masyarakat. Dana yang diperoleh dari sumber ini
digunakan untuk membiayai atau membayar transaksi-transaksi tertentu. Perolehan
dana dari sumber ini antara lain dapat diperoleh dari:
1)
Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), merupakan kredit yang diberikan bank
Indonesia kepda bnk-bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Kredit likuiditas
ini juga diberikan kepada pembiayaan sektor-sektor usaha tertentu.
2)
Pinjaman
antar bank (Call Money). Biasanya pinjaman ini di berikan kepada bank-bank yang
mengalami kalah kliring di dalam lembaga kliring dan tidak mampu untuk membayar
kekalahannya. Pinjaman ini bersifat jangka pendek dengan bunga yang relative
tinggi jika dibandingkan dengan pinjaman lainnya.
3)
Pinjaman
dari bank-bank luar negeri. Merupakan pinjaman yang diperoleh oleh perbankan
dari pihak luar negeri.
4)
Surat
berharga pasar uang (SBPU). Dalam hal ini pihak perbankan menerbitkan SPBU
kemudian diperjual belikan kepada pihak yang berminat, baik perusahaan keuangan
maupun nonkeuangan. SPBU diterbitkan dan ditawarkan dengan tingkat suku bunga
sehingga masyarakat tertarik untuk membelinya.
2. Konsep Perhitungan Biaya
Sumber Dana
Sebagai sebuah lembaga
intermediasi keuangan, mekanisme dasar bank syariah adalah menerima deposito
dari pemilik modal (depositor) pada sisi liability-nya (kewajiban) untuk
kemudian menawarkan pembiayaan kepada investor pada sisi asetnya, dengan pola
atau skema pembiayaan yang sesuai dengan syariat Islam. Pada sisi kewajiban,
terdapat dua kategori utama, yaitu interest-free current and saving accounts
dan investment accounts yang berdasarkan pada prinsip PLS (Profit and Loss
Sharing) antara pihak bank dengan pihak depositor. Sedangkan pada sisi aset,
yang termasuk didalamnya adalah segala bentuk pola pembiayaan yang bebas riba
dan sesuai standar syariah, seperti mudarabah, musyarakah, istisna, salam, dan
lain-lain.
Manajemen bank harus
memperhitungkan seluruh biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan mobilisasi
sumber dana dengan cermat dan akurat, ada beberapa biaya yang harus
diperhitungkan bank dalam menjalankan usahanya misalnya:
a)
Cost
of fund, yaitu biaya yang dikeluarkan bank atas dana yang dihimpun sebelum
diperhitungkan besarnya pemenuhan persyaratan giro wajib minimum (GWM) atau
reserve requirement (RR). Dalam menghitung cost of fund, bank terlebih dahulu
harus mencari biaya rata-rata tertimbang dari setiap sumber dana.
b)
Cost
of Loanable Fund, adalah biaya dana setelah dikurangi ketentuan giro wajib
minimum (GWM), sesuai dengan ketentuan BI bank umum wajib menempatkan dana
dalam rekening giro wajib minimum di BI jumlahnya ditetapkan sebesar 5% dari
dana pihak ketiga.
Jadi berdasarkan term of
reference di atas penetapan standar mimum Bank Syariah, pada dasarnya mestinya
berpegang fungsi tersebut di atas dan dapat dilakukan, kecuali bila dalam
melaksanakan fungsinya perbankan, missal melakukan hal-hal yang dilarang dalam
syariah. Perhitung Lending Rate yang menghasilkan pendapatan bagi suatu bank
dimana bank akan memperoleh laba usaha/bagi hasil maka komponen lending rate
diantaranya adanya cost of loanable fund, overhead cost, risk factor, spread
dan tax (pajak) yang berlaku secara umum di Indonesia.
Hutang jangka pendek
Hutang
jangka pendek, yaitu utang yang harus segera dilunasi, paling lambat umur dari
utang ini satu tahun atau 1 periode akuntansi, misalnya 1 januari 2011-31
Desember 2011.
Yang termasuk utang jangka pendek di
antaranya:
Utang
Wesel/Wesel Bayaryaitu wesel yang harus kita bayar kepada pihak lain yang
pernah kita berikan kepadanya. Biasanya umur utang wesel adalah 30 hari, 60
hari, atau 90 hari.
Utang
Dagang (Account Payable)yaitu utang kepada rekanan (suplier) yaitu utang dalam
rangka kegiatan perusahaan, atau utang ini terjadi karena membeli barang yang
belum dibayar.
Biaya-biaya yang harus
dibayaryaitu biaya-biaya yang belum kita lunasi dalam periode pembukuan
tertentu. Misalnya utang gaji, utang upah dan utang-utang biaya lainnya.
Hutang jangka panjang
Hutang jangka panjangadalah
kewajiban kepada pihak tertentu yang harus dilunasi dalam jangka waktu lebih
dari satu perioda akuntansi (1 th) dihitung dari tanggal pembuatan neraca per
31 Desember. Pembayaran dilakukan dengan kas namun dapat diganti dengan asset
tertentu. Dalam operasional normal perusahaan, rekening hutang jangka panjang
tidak pernah dikenai oleh transaksi pengeluaran kas. Pada akhir perioda
akuntansi bagian tertentu dari hutang jangka panjang berubah menjadi hutang
jangka pendek. Untuk itu harus dilakukan penyesuaian untuk memindahkan bagian
hutang jangka panjang yang jatuh tempo menjadi hutang jangka pendek.
Timbulnya Hutang Jangka
Panjang
Saat
skala operasional perusahaan berkembang atau dalam membangun suatu perusahaan
dibutuhkan sejumlah dana. Dana yang diperlukan untuk Investasi dalam aktiva
tetap yang akan memberikan manfa’at dalam jangka panjang sebaiknya diperoleh
dari hutang jangka panjang atau dengan menambah modal. Dalam hal ini perusahaan
memiliki dua pilihan yaitu menarik hutang jangka panjang misalnya obligasi atau
menambah modal sendiri dengan mengeluarkan saham.
Ada beberapa kelebihan
menarik hutang jangka panjang melalui obligasi dibanding menambah modal sendiri
dengan mengeluarkan saham.
Keuntungan menarik obligasi
Pemegang
obligasi tidak mempunyai hak suara dalam kebijakan perusahaan sehingga tidak
mempengaruhi manajemen.
Bunga
obligasi mungkin lebih rendah dibanding deviden yang harus dibayarkan kepada
pemegang saham.
Bunga merupakan biaya yang
dibebankan pada perusahaan yang dapat mengurangi kewajiban pajak sedangkan
deviden adalah pembagian laba yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya.
Sebaliknya
juga terdapat hal yang kurang menguntungkan antara lain :
Bunga
obligasi adalah beban tetap baik dalam keadaan perusahaan mendapat laba atau
mengalami kerugian
Jika perusahaan tidak mampu
membayar obligasi yang jatuh tempo, pemegang obligasi tetap mempunyai hak untuk
menuntut pengembalian obligasi sedangkan pemegang saham tidak mempunyai hak
demikian karena pemegang saham adalah pemilik perusahaan yang turut bertanggung
jawab menanggung resiko kerugian perusagaan.
Jenis Hutang
Jangka Panjang, Secara garis besar hutang jangka panjang digolongkan pada dua
golongan yaitu :
Hutang
Hipotik: Hutang yang timbul berkaitan dengan perolehan dana dari pinjaman yang
dijaminkan dengan harta tetap. Dalam penjanjian disebutkan harta peminjam yang
dijadikan jaminan berupa tanah atau gedung. Jika peminjam tidak melunasi pada
waktunya, pemberi pinjaman dapat menjual jaminan tersebut yang kemudian
diperhitungkan dengan hutang.
Hutang Obligasi: Hutang
yang timbul berkaitan dengan dana yang diperoleh melalui pengeluaran
surat-surat obligasi. Pembeli obligasi disebut pemegang obligasi. Dalam surat
obligasi dicantumkan nilai nominal obligasi, bunga pertahun, tanggal pelunasan
obligasi dan ketentuan lain sesuai jenis obligasi tersebut.
Referensi
1. ^ a b c d e f g h i j k Ricklefs,
M.C. (1991). A History of Modern Indonesia since c.1300, 2nd Edition.
London: MacMillan. ISBN 0-333-57689-6.
2. ^ Taylor,
Jean Gelman (2003). Indonesia: Peoples and Histories. New Haven and
London: Yale University Press. hlm. 29–30. ISBN 0-300-10518-5.
4. ^ a b c Raden
Abdulkadir Widjojoatmodjo (November 1942). "Islam in the Netherlands East
Indies". The Far Eastern Quarterly 2 (1):
48–57. doi:10.2307/2049278. JSTOR 2049278.
7. ^ Azra,
Azyumardi (2006). Islam
in the Indonesian world: an account of institutional formation.
Mizan Pustaka. hlm. 169.
8. ^ Damais,
Louis-Charles, 'Études javanaises, I: Les tombes musulmanes datées de
Trålåjå.' BEFEO, vol. 54 (1968), pp. 567-604.
9. ^ Ma
Huan’s, Ying-yai Sheng-lan: The overall survey of the ocean's shores'
(1433). Ed. and transl. J.V.G. Mills. Cambridge: University Press,
1970
10. ^ Martin
van Bruinessen (1995). "Shari`a
court, tarekat and pesantren: religious institutions in the sultanate of
Banten". Archipel 50:
165–200. doi:10.3406/arch.1995.3069.
1 comment:
Ken
Like, comment and subscribe
Post a Comment